kebersamaan yang indah

kebersamaan yang indah

Kamis, 03 Juni 2010

mencegah global warming

1. Matikan listrik. (jika tidak digunakan, jangan tinggalkan alat elektronik dalam keadaan standby. Cabut charger telp. genggam dari stop kontak. Meski listrik tak mengeluarkan emisi karbon, pembangkit listrik PLN menggunakan bahan baker fosil penyumbang besar emisi).
2. Ganti bohlam lampu (ke jenis CFL, sesuai daya listrik. Meski harganya agak mahal, lampu ini lebih hemat listrik dan awet).
3. Bersihkan lampu (debu bisa mengurangi tingkat penerangan hingga 5%).
4. Jika terpaksa memakai AC (tutup pintu dan jendela selama AC menyala. Atur suhu sejuk secukupnya, sekitar 21-24o C).
5. Gunakan timer (untuk AC, microwave, oven, magic jar, dll).
6. Alihkan panas limbah mesin AC untuk mengoperasikan water-heater.
7. Tanam pohon di lingkungan sekitar Anda.
8. Jemur pakaian di luar. Angin dan panas matahari lebih baik ketimbang memakai mesin (dryer) yang banyak mengeluarkan emisi karbon.
9. Gunakan kendaraan umum (untuk mengurangi polusi udara).
10. Hemat penggunaan kertas (bahan bakunya berasal dari kayu).
11. Say no to plastic. Hampir semua sampah plastic menghasilkan gas berbahaya ketika dibakar. Atau Anda juga dapat membantu mengumpulkannya untuk didaur ulang kembali.
12. Sebarkan berita ini kepada orang-orang di sekitar Anda, agar mereka turut berperan serta dalam menyelamatkan bumi.

bencana alam

Banjir (flood) adalah debit aliran air sungai yang secara relative lebih besar dari biasanya/normal akibat hujan yang turun di hulu atau disuatu tempat tertentu secara terus menerus, sehingga tidak dapat ditampung oleh alur sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi daerah sekitarnya.

Banjir merupakan suatu peristiwa alam biasa, kemudian menjadi suatu masalah apabila sudah mengganggu kehidupan dan penghidupan manusia serta mengancam keselamatan.
Dalam memformulasikan banjir, parameter-parameter yang terkait dibedakan antara karateristik potensi air banjir dan kerentanan daerah rawan banjir. Potensi banjir terkait dengan sumber (asal) penyebab air banjir itu terjadi dimana hal ini berkaitan dengan factor meterologis dan kerakteristik DAS-nya. Sehingga paameter-parameter yang digunakan untuk memformulasikan kerentanan potensi banjir dilakukan melalui estimasi berdasarkan kondisi alami manajemen daerah tangkapan airnya atau pengukuran langsung dari nilai debit spesifik maksimum tahunannya.

Pembangunan Nasional dan Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undangundang Dasar 1945. Dalam melaksanakan pembangunan nasional perlu memperhatikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan secara seimbang, hal ini sesuai dengan hasil Konperensi PBB tentang Lingkungan Hidup yang diadakan di Stockholm Tahun 1972 dan suatu Deklarasi Lingkungan Hidup KTT Bumi di Rio de Janeiro Tahun 1992 yang menyepakati prinsip dalam pengambilan keputusan pembangunan harus memperhatikan dimensi lingkungan dan manusia serta KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg Tahun 2002 yang membahas dan mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup.
Bagi Indonesia mengingat bahwa kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumberdaya alam, dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa mendatang sehingga, dalam penerapannya harus memperhatikan apa yang telah disepakati dunia internasional. Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan dan begitu juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan, sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas lingkungan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu.
Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Dalam pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah Propinsi mempunyai 6 kewenangan terutama menangani lintas Kabupaten/Kota, sehingga titik berat penanganan pengelolaan lingkungan hidup ada di Kabupaten/ Kota. Dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri No 045/560 tanggal 24 Mei 2002 tentang pengakuan Kewenangan/Positif List terdapat 79 Kewenangan dalam bidang lingkungan hidup.
Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.
Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik.

sejarah geologi semarang

Sejarah geologi kawasan kota semarang menunjukan bahwa pantai laut di semarang dahulu daerah bergota.Sedimentasi dipantai yang terjadi kemudian menghasilkan daratan yang sekarang ini menjadi bagian dari kota semarang yang stasiun tawang ada didalamnya.Subsiden yang terjad dibagian kota semarang merupakan proses alamiah, yaitu proses pemadatan endapan lumpur.
Mendirikan bangunan fisik diatasnya berarti membantu proses pemadatan lumpur tersebut.Secara visual, kondisi pemadatan itu terlihat sebagai penurunan permukaan tanah dan bangunan-bangunan diatasnya berfungsi sebagai beban.Itulah yang terjadi sekarang diSemarang pada umumnya dan Stasiun Tawangnya khususnya. Jadi, kegiatan penimbunan yang sedang dilakukan di stasiun Tawang dapat juga berarti menambahkan beban penekanan permukaan tanah yang akan mempercepat pemadatan.

banjir dan tata ruang semarang

BANJIR dan masalah lingkungan yang kini terus melanda Kota Semarang tidak dapat dilepaskan dari pertambahan penduduk yang terus berlangsung sepanjang tahun. Secara umum yang dapat dicatat BPS Kota Semarang (tahun 2003- 2007) adalah, bahwa selama kurun waktu tahun 2002 sampai dengan tahun 2006, penduduk yang datang di Kota Semarang berturut-turut adalah 34.270 orang pada tahun 2002, selanjutnya 37.063 orang (tahun 2003), 35.105 orang (tahun 2004), 30.910 orang (tahun 2005), dan 42.714 orang pada tahun 2006. Sedangkan 5 kecamatan yang tergolong padat, juga kedatangan penduduk yang cukup banyak pada tahun 2006. Lima kecamatan itu adalah Banyumanik yang kedatangan 4.128 orang, Kecamatan Tembalang 4.136 orang, Kecamatan Pedurungan 6.209 orang, Kecamatan Semarang Barat 4.002 orang dan Kecamatan Ngaliyan 4.059.

Pertumbuhan penduduk Kota Semarang yang cukup pesat ini tentu saja akan membawa dampak yang harus diperhitungkan di masa mendatang. Pesan dari Declaration of the International Forum on Population in the Twenty-First Century, Amsterdam, November 1989, mengatakan bahwa "the triad of exessive population growth, environmental degradation and poverty threaten us and our planet as never before". Pesan ini cukup jelas bahwa masalah kependudukan tidak boleh diabaikan oleh pemerintah kota.

Pada sisi lain, angka kemiskinan di Semarang juga cukup tinggi. Menurut BPS (2008), pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin di Semarang sekitar 58.700 orang (4,22 persen) dengan garis kemiskinan Rp 162.723/kapita/bulan. Angka ini naik pada tahun 2007, menjadi 77.600 orang (5,26 persen) dengan garis kemiskinan Rp 171.870/kapita/bulan.

Dari dua fakta ini, maka rencana tata ruang Kota Semarang mestinya dikaitkan dengan "strategic planning ", manajemen implementasi tata ruang, serta ketersediaan "Urban Design Guidelines". Masalah-masalah lingkungan dan pencemaran akan sulit dikendalikan di masa yang akan datang jika sejak sekarang arahan tata ruang tidak jelas dalam memberikan arahan lokasi investasi industri. Hal ini makin diperberat lagi jika "urban sprawl" juga tidak terkendali, serta kurangnya koordinasi antarwilayah di sekitarnya.

Untuk mencegah pertumbuhan kota yang tidak terkendali diperlukan berbagai kebijakan yang strategis seperti perlunya pemerintah kota melakukan review secara berkelanjutan atas semua kebijakan dan regulasi yang diperkirakan akan memacu pertumbuhan industri padat modal yang tidak ramah lingkungan dan berteknologi tinggi sehingga menghambat penyerapan angkatan kerja. Pada sisi lain, regulasi yang ada jangan sampai menghambat kegiatan ekonomi kota yang dijalankan oleh masyarakat ekonomi menengah ke bawah, serta sektor informal lainnya

Kota yang humanis adalah kota yang mampu mensinergikan antara tujuan pertumbuhan ekonomi dengan keseimbangan lingkungan hidup. Misalnya, meski gedung pencakar langit bertebaran di setiap sudut kota, namun fasilitas lahan terbuka, ruang hijau, taman, fasilitas jalan, ruang publik, dan sebagainya juga terlihat di setiap jengkal kawasan kota, sehingga mencerminkan "kota untuk manusia", dan bukan hanya "kota untuk ekonomi" (market place atau market centers). Kondisi seperti itu menciptakan suasana yang aman, dan masyarakat merasa dilindungi serta mendapatkan pelayanan yang sama. Kaum yang miskin juga aman dari ancaman penggusuran, serta keseimbangan lingkungan terus dijaga.

Rencana tata ruang kota tidak hanya menekankan rencana jangka panjang (20-25 tahun) atau menekankan rencana fisik, namun produknya harus terus berproses dan memiliki unsur strategis serta terkoordinasi antara pemerintah, perencana dengan masyarakat penggunanya. Dengan kata lain, rencana kota semacam ini bukan hanya merupakan sebuah model, namun memang merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan.

Masterplan harus efektif untuk memecahkan masalah yang mendasar, terutama digunakan sebagai salah satu alat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Masterplan ini tidak mengabaikan permasalahan yang membelit sebagian besar masyarakat yang tinggal di kota tersebut, misalnya para pedagang di sektor informal.

Sudah menjadi keharusan bahwa rencana kota tersebut tidak hanya berhenti pada land use planning yang tidak realistis dan sering bias, namun senantiasa terkait antara proses penyusunan dan dimensi waktu, agar dapat mengikuti perkembangan dinamika masyarakat yang terus berubah sangat cepat.

Singkatnya, rencana tata ruang sebaiknya disusun dengan: 1). Melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan stakeholders; 2). Ada proses transparansi dan akuntabilitas, baik dari tahap proses sampai tahap implementasinya; 3). Ada dimensi keberlanjutan kepada generasi berikutnya; 4). Mampu mewadahi berbagai kepentingan, baik masyarakat, kalangan pengusaha, pemerintah dan stakeholders lainnya; 5). Penegakkan hukum secara adil dan tegas bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran tata ruang kota.

Akibat aktivitas penduduk yang makin meningkat, Kota Semarang juga telah banyak kehilangan lahan pertanian, taman-taman kota, ruang terbuka, hutan kota dan sebagainya. Data dari BPS Kota Semarang (tahun 2007) juga menunjukkan taman kota yang aktif berkurang dari 41 buah pada tahun 2002 menjadi 36 buah pada tahun 2006, atau dari luas 72.954 meter persegi, menjadi 50.203 meter persegi.

Setidaknya ada sepuluh ruang publik yang berubah fungsi di Semarang, di antaranya: Alun-alun, Taman Seteran, fasum Semarang Utara, sebagian Taman Sompok, sebagian Taman Beringin, Taman Seroja, taman di Jalan Siliwangi, sebagian Taman Tabanas, taman di Jalan Pandanaran, taman di Jalan S Parman. Sebenarnya taman KB di Jalan Menteri Supeno dulu di zaman Gubernur Pak Suwardi juga akan dijadikan Gedung PWRI. Namun protes gencar mengurungkan rencana tersebut.

Perubahan ruang-ruang publik tersebut mengindikasikan Semarang demikian berkembang pesat. Munculnya pusat-pusat bisnis dan jasa mengakibatkan permintaan tanah atau lahan makin meningkat. Pada umumnya pusat-pusat bisnis tersebut menginginkan lahan di tempat-tempat strategis, dan 10 ruang publik di atas merupakan ruang yang strategis.

Demikian pula areal persawahan di pinggiran kota seperti Kecamatan Gunungpati yang merupakan sentra agribisnis dan pertanian, mengalami penyusutan lahan pertanian dari 72.416 hektar pada tahun 2002 menjadi 35.778 hektar pada tahun 2006. Penyusutan ini dapat dipahami karena di Kecamatan Gunungpati berdiri beberapa kampus penting yang menarik puluhan ribu mahasiswa, sehingga menggoda para pengusaha untuk mendirikan tempat kos, real estate, usaha bisnis pedagangan, dan sebagainya. Tentu saja pertumbuhan juga terjadi di kecamatan- kecamatan yang lain.

Kecenderungan perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali juga dicatat dari hasil penelitian Hariyanto (2004) yang menunjukkan bahwa meluasnya lahan pemukiman mencapai 40 persen dari luas kota dengan intensitas 231,9 hektar per tahun. Jumlah rumah meningkat 62.466 dalam jangka waktu 14 tahun atau 4.462 unit per tahun. Sedangkan sawah berkurang 2.239 hektar per tahun, rawa dan empang berkurang 4.335 hektar per tahun, tegal dan kebun berkurang 339 hektar per tahun. Perubahan ini banyak membawa dampak baik fisik maupun sosial.

Perkembangan pesat di Kota Semarang ini harus "dijinakkan" jika tidak ingin bencana melanda kota tercinta ini. Semarang mesti berkaca kepada kegagalan Jakarta. Di Jakarta keserakahan ekonomipolitik, dibalas dengan kehadiran banjir, polusi, kemacetan luar biasa, krisis air tanah, kriminalitas, dan berbagai konflik sosial lainnya.

Jumat, 28 Mei 2010

geografi jurusan qwu...

Sabins (1996) dalam Kerle, et al. (2004) menjelaskan bahwa penginderaan jauh adalah ilmu untuk memperoleh, mengolah dan menginterpretasi citra yang telah direkam yang berasal dari interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan sutau objek. Sedangkan menurut Lillesand and Kiefer (1993), Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji.

Data penginderaan jauh diperoleh dari suatu satelit, pesawat udara balon udara atau wahana lainnya. Data-data tersebut berasal rekaman sensor yang memiliki karakteristik berbeda-beda pada masing-masing tingkat ketinggian yang akhirnya menentukan perbedaan dari data penginderaan jauh yang di hasilkan (Richards and Jia, 2006).

Pengumpulan data penginderaan jauh dapat dilakukan dalam berbagai bentuk sesuai dengan tenaga yang digunakan. Tenaga yang digunakan dapat berupa variasi distribusi daya, distribusi gelombang bunyi atau distribusi energi elektromagnetik (Purwadhi, 2001).

Skema Umum Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh sangat tergantung dari energi gelombang elektromagnetik. Gelomabng elektromagnetik dapat berasal dari banyak hal, akan tetapi gelombang elektromagnetik yang terpenting pada penginderaan jauh adalah sinar matahari. Banyak sensor menggunakan energi pantulan sinar matahari sebagai sumber gelombang elektromagnetik, akan tetapi ada beberapa sensor penginderaan jauh yang menggunakan energi yang dipancarkan oleh bumi dan yang dipancarkan oleh sensor itu sendiri. Sensor yang memanfaatkan energi dari pantulan cahaya matahari atau energi bumi dinamakan sensor pasif, sedangkan yang memanfaatkan energi dari sensor itu sendiri dinamakan sensor aktif (Kerle, et al., 2004)

Ukuran energi yang dipantulkan dan dipancarkan oleh sensor penginderaan jauh (Karle, el al., 2004)

Analisa data penginderaan jauh memerlukan data rujukan seperti peta tematik, data statistik dan data lapangan. Hasil nalisa yang diperoleh berupa informasi mengenai bentang lahan, jenis penutup lahan, kondisi lokasi dan kondisi sumberdaya lokasi. Informasi tersebut bagi para pengguna dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan dalam mengembangkan daerah tersebut. Keseluruhan proses pmulai dari pengambilan data, analisis data hingga penggunaan data tersebut disebut Sistem Penginderaan Jauh (Purwadhi, 2001)